Konfrimasi Pelayanan Terbaru +62 877-4787-7491

Selasa, 09 Februari 2016

Nasib Demokrasi Lokal Di Negeri Barbar Kajian Reflektif Teoritis Pilkada Langsung

Nasib Demokrasi Lokal Di Negeri Barbar Kajian Reflektif Teoritis Pilkada Langsung
Judul Buku : Nasib Demokrasi Lokal Di Negeri Barbar Kajian Reflektif Teoritis Pilkada Langsung
Oleh : Sartono Sahlan, Awaludin Marwan
Awaludin Marwan
Penerbit : Thafa Media Agustus 2012
Deskripsi Fisik : Xvi, 288 P. : Ill. ; 21 Cm
Harga : Rp. 65.000,-
Yang Berminat Pemesanan bisa sms ke Cp : 081804281351 / 085713733627, / 08122779457, Pin BB 52899683 / WA 088802811233
Buku ini sesungguhnya mengkisahkan sebuah panorama yang menawan melihat pilkada dari sudut pandang teoritis, dengan beberapa kasus empiris yang dijadikan aras analitik merekonstruksikan resolusi-resolusi hukum.
Pilkada sebagai institusi dimeriahkan dengan hiruk pikuk pergulatan kepentingan kekuasaan dan aspirasi sosial masyarakat lokal. Iming-iming pemenuhan hak sipil dan politik pilkada begitu menggairahkan, karena semua warga pada akhirnya menentukan siapa yang akan memimpin daerahnya selama 5 (lima) tahun ke depan. Dengan pilkada langsung, membuat proses seleksi pimpinan daerah tak semudah sebelumnya. Artinya orang yang terpilih dari mekanisme itu, jelas orang yang memiliki kapasitas managerial skala besar, memiliki integritas, dan yang paling terpenting, ia mampu berkomunikasi dengan massa.
Kendatipun demikian, masih banyak sisa-sisa pekerjaan rumah yang musti diselesaikan secepatnya. Saat mengimplementasikan pilkada langsung, keuangan daerah kembali disortir habis hanya untuk pengadaan kotak dan surat suara itu. Pendek kata, pilkada langsung itu mahal. Maka wacana mengembalikan bentuk pemilihan kepala daerah seperti puluhan tahun silam kembali menengah. Demokrasi lokal kembali berpotensi mengalami degradasi saat yang bermain dalam pilada ternyata hanyalah orang-orang konglomerasi yang menyuburkan lahan-lahan oligarkisme dan feodalisme kapital.
Sangat disayangkan jika mahalnya proses demokrasi ternyata harus dibayar dengan kebusukan produk pilkada langsung yang ditumpangi oleh kepentingan kapital. Disinilah sebenarnya letak dari jantung bermasalah, jika yang keutamakan adalah proses politik, maka kesejahteraan pun lumayan dibelakangkan. Namun kesejahteraan pun tak bisa disematkan pada lahan daerah tanpa sokongan dari prinsip the rule of law, yang salah satunya adalah demokrasi lokal.
Quo vadis demokrasi lokal dan kesejahteraan masyarakat daerah kian lama kian ciut ditelan sang waktu yang menuntut resolusi sistem politik hukum. Dengan jiwa bangsa Indonesia yang dinahkodai Pancasila sebagai grund norm, maka demokrasi lokal dan kesejahteraan masyarakat daerah juga hendaknya di sketsa dalam semangat Pancasila itu sendiri.
Buku ini berisikan sebuah refleksi teoritis atas kejanggalan demokrasi lokal yang sarat konflik, sehingga menempatkan asumsi dasar bahwa pelembagaan konflik berupa pemilu juga memiliki patologi sosialnya, yakni tersalurkannya hasrat barbarisme manusia, yang dibahas pada bab awal buku ini. Bab awal buku ini merupakan sebuah tesis bahwa menurut kodratnya manusia itu memiliki kecenderungan menciptakan konflik karena mereka memiliki kehendak berkuasa (will to power) sebagaimana yang diyakini oleh Nietzsche. Sementara khasanah teoritis dan filsafat kondisi barbar juga akan dibenturkan dengan realitas empirik kasus-kasus Pilkada di Maluku Utara, Bengkulu Selatan dan terakhir di Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar