Konfrimasi Pelayanan Terbaru +62 877-4787-7491

Kamis, 05 November 2015

EKOFEMINISME III; Tambang, Perubahan Iklim dan Memori Rahim

EKOFEMINISME III; Tambang, Perubahan Iklim dan Memori Rahim
Judul : EKOFEMINISME III; Tambang, Perubahan Iklim dan Memori Rahim
Diterbitkan oleh : JALASUTRA
Cetakan I, 2015
xvi + 392 hlm; 15 cm x 23 cm
Harga : Rp. 95.000,-
ISBN: 978-602-8252-46-1
Yang Berminat Pemesanan bisa sms ke
Cp : 081804281351 / 085713733627, / 08122779457, Pin BB 52899683
Seri Kajian Ekofeminisme ini merupakan kerjasama Pusat Penelitian dan Studi Gender Universitas Kristen Satya Wacana dengan Penerbit Jalasutra
SINOPSIS
Kebutuhan perumahan bagi pekerja di wilayah timur Jakarta menjadikan wilayah lumbung padi   Bekasi menjadi primadona untuk permukiman. Hal ini mendorong alihfungsi lahan pertanian menjadi perumahan yang tidak terkendali. Dua masalah, limbah dan alihfungsi lahan pertanian adalah masalah yang dihadapi di utara Bekasi. Pembangunan yang digadang-gadang ampuh memutus kemiskinan ini justru menjadi penyebab pemiskinan.
Khaerul Umam Noer

Ketua Pusat Kajian Wanita dan Gender, Universitas Indonesia
 Secara anatomik, rahim adalah bagian dan organ biologis perempuan. Dalam bahasa yang Iebih sederhana, rahim merujuk pada kantung peranakan tempat tumbuh kembangnya janin. Rahim dalam pengertian ini mengacu pad afungsi dan kapasitas produktif perempuan. Rahim juga dipahami sebagai sesuatu yang produktif, yang menghidupkan, menciptakan dan menyayangi. Tetapi, meski kehidupan bermula dan bertumbuh darinya, rahim perempuan tidak serta merta diagungkan dalam ruang kultural. Sebaliknya, rahim sering digunakan untuk menista kapasitas seksual, merongrong subjektivitas dan sekaligus membangun segregasi di antara perempuan. Ada penempuan hamil yang disanjung dan dirayakan tetapi adapula perempuan hamil yang dicaci sebagai pendosa—ketika nahimnya tidak bisa berfungsi menghidupi janin, perempuan dianggap kehilangan kesempurnaannya.
Ratna Noviani
Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pascasarjana UGM
 Pohon mempunyai nilai khusus bagi masyarakat Hindu karena ada keyakinan bahwa pohon memiliki spirit yang istimewa, karena di dalamnya bersemayan spirit Sang Hyang Widhi melalui wujud Dewa Sangkara yang memelihara dan melindungi pohon. Karena itu pohon-pohon tertentu diberi pemujaan dengan membuat sesaji dan atribut berupa kain sarung motif kotak-kotak putih hitam yang dilingkarkan di batang pohon. Pohon yang mendapat atribut tersebut dilarang untuk ditebang.
Soka Handinah Katjasungkana
Pengurus NasionalAsosiasi LBH APIK Indonesia
 Hutan tak hanya sebagai sumber daya alam bagi perempuan adat. Hutan bagi mereka dipandang sebagai sebuah filsafat dan budaya. Sungai dan rawa tak hanya sumber pangan. la juga budaya warga. Sungai-sungai dan rawa adalah tempat perempuan-penempuan adat mengajari anak-anak meneka menyelamatkan diri dan bertahan di air. Sejak hadirnya perkebunan monokultur, tambang, dan lain-lain di Kalimantan, kemudian mereka kehilangan kosmologinya. Tak hanya keindahan yang hilang, tetapijuga pencemanan Iingkungan yang akut berdampak pada kelahiran bayi-bayi yang kemudian cacat.
Sapariah Saturi
Editor Mongabay Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar